Beranda | Artikel
Apakah Boleh Mengatakan Allah Bertempat di Arsy?
Selasa, 27 September 2022

Pertanyaan:

Izin bertanya ustadz, jika Allah ta’ala ada di atas Arsy apakah berarti Allah ta’ala bertempat di Arsy? Apa benar demikian? Bagaimana dengan perkataan “Allah ada tanpa tempat”? Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Pertama, akidah bahwa Allah ta’ala ada di atas Arsy-Nya yang mulia adalah hal yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah secara tegas dan lugas. Di enam tempat di dalam al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman:

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Kemudian Dia (Allah) istiwa di atas ‘Arsy.” (QS. al-A’raf: 54, Yunus: 3, ar-Ra’d: 2, al-Furqan: 59, as-Sajdah: 4, dan al-Hadid: 4)

Allah ta’ala juga berfirman:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Kemudian ar-Rahman (yaitu Allah) beristiwa di atas Arsy.” (QS. Thaha: 5)

Dan dalil ayat-ayat al-Qur’an yang lainnya. Demikian juga dalil dari as-Sunnah. Di antaranya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَمَّا قَضَى االلهُ الخَلْقَ، كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ: إنَّ رَحْمَتي سَبَقَتْ غَضَبِي

“Ketika Allah menetapkan takdir seluruh makhluk, Allah menulis (di Lauhul Mahfudz) ketika berada di atas Arsy suatu perkataan yaitu: sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku.” (HR. Bukhari no.7453, Muslim no.2751)

Ini adalah akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, yang diyakini oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para salafus shalih, dan para imam Ahlussunnah, dan tidak ada khilafiyah di antara mereka dalam masalah ini. Imam adz-Dzahabi dalam kitab al-‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar menukil perkataan Ishaq bin Rahuwaih (wafat 238H), bahwa beliau berkata:

قال الله تعالى {الرحمن على العرش استوى} إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة

“Allah ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Ar-Rahman ber-istiwa di atas Arsy’, ini adalah ijma para ulama yaitu bahwa Allah ber-istiwa di atas Arsy, dan Allah mengetahui segala sesuatu hingga di bawah bumi yang ketujuh.” (Al-‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar karya adz-Dzahabi, no. 179)

Qutaibah bin Sa’id (wafat 240H) mengatakan:

هذا قول الائمة في الإسلام والسنة والجماعة: نعرف ربنا في السماء السابعة على عرشه ، كما قال جل جلاله: (الرحمن على العرش استوى)

“Ini adalah pendapat para imam Islam, imam Ahlussunnah Wal Jama’ah, yaitu bahwa kami mengetahui Rabb kami ada di langit ketujuh, di atas Arsy, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): ‘Ar-Rahman ber-istiwa di atas Arsy‘ (QS. Thaha: 5).” (Al-‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar, no. 470)

Ibnu Bathah (wafat 387H) mengatakan:

أجمع المسلمون من الصحابة والتابعين، وجميع أهل العلم من المؤمنين أن الله تبارك وتعالى على عرشه، فوق سماواته بائن من خلقه، وعلمه محيط بجميع خلقه، لا يأبى ذلك ولا ينكره إلا من انتحل مذاهب الحلولية

“Kaum muslimin dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in serta para ulama kaum mu’minin bersepakat bahwasanya Allah Tabaraka wa Ta’ala berada di atas Arsy, di atas langit-langit dan terbedakan dengan makhluk-Nya. Adapun ilmu Allah meliputi seluruh makhluk. Tidak ada yang menolak dan mengingkari keyakinan ini kecuali orang-orang yang terpengaruh mazhab hululiyah.” (Al-Ibanah al-Kubra, 7/136)

Kedua, istiwa artinya tinggi dan menetap di atas sesuatu. Dalam al-Mu’jam al-Muhith disebutkan,

اسْتَوَى على كذا، أو فوقه: علا وصَعد

Istiwa di atas sesuatu artinya: tinggi dan naik (ke atas sesuatu).”

Dalam ash-Shihhah fil Lughah disebutkan,

استوى على ظهر دابته، أي علا واستقر

Istiwa di atas hewan tunggangan, artinya: tinggi dan menetap (di atas hewan tunggangan).”

Maka Allah istiwa di atas Arsy maknanya Allah Maha Tinggi berada di atas Arsy-Nya.

Ketiga, adapun perkataan “Allah bertempat di atas Arsy” ini tidak terdapat sama sekali dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Tidak ada nash yang menyatakan Allah memiliki sifat al-makan (tempat). Tidak pula dinukil dari para salafus shalih bahwa mereka mengatakan “Allah bertempat di atas Arsy” atau yang semakna dengannya.

Sehingga sifat ini tidak bisa kita tetapkan dan juga tidak langsung kita ingkari. Dalam menanggapi kalimat ini, perlu diperjelas terlebih dahulu apa makna “tempat” yang dimaksudkan. Jika “tempat” yang dimaksud adalah tempat sebagaimana yang ada pada makhluk, yang membatasi sesuatu yang ada di dalamnya, maka Allah tidak bertempat. Namun jika “tempat” di sini maksudnya adalah Arsy, maka kita wajib menetapkan bahwa Allah ta’ala istiwa di atas Arsy, tidak boleh diingkari.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

إن أراد بنفي المكان : المكان المحيط بالله – عز وجل – فهذا النفي صحيح ، فإن الله تعالى لا يحيط به شيء من مخلوقاته ، وهو أعظم وأجل من أن يحيط به شيء ، كيف لا ( والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسماوات مطويات بيمينه ) ؟ .

“Jika yang dimaksud dengan “tempat” adalah tempat yang meliputi Allah azza wa jalla, maka pengingkaran ini benar (yaitu bahwa Allah tidak bertempat). Karena Allah ta’ala tidak diliputi oleh satu pun dari makhluk-Nya. Bahkan Allah lebih agung dan lebih mulia untuk bisa diliputi oleh suatu makhluk. Bagaimana tidak? Bukanlah dalam hadits disebutkan: ‘Bumi semuanya berada dalam genggaman-Nya di hari Kiamat. Langit semuanya dilipat di tangan kanan-Nya?’

وإن أراد بنفي المكان : نفي أن يكون الله تعالى في العلو ، فهذا النفي غير صحيح ، بل هو باطل بدلالة الكتاب والسنة ، وإجماع السلف والعقل والفطرة

“Namun jika yang dimaksud “Allah tidak bertempat” adalah Allah tidak Maha Tinggi (di atas Arsy), maka ini keliru. Bahkan ini adalah kebatilan yang telah dibantah oleh al-Qur’an, as-Sunnah, ijma salaf, akal sehat, dan fitrah yang lurus.” (Majmu’ Fatawa war Rasail, 1/196-197)

Ibnul Qayyim dalam syair Nuniyah-nya mengatakan:

والرب فوق العرش والكرسي لا * يخفى عليه خواطر الإنسان

لا تحصروه في مكان إذ تقو * لوا ربنا حقا بكل مكان

نزهتموه بجهلكم عن عرشه * وحصرتموه في مكان ثان

لا تعدموه بقولكم لا داخل * فينا ولا هو خارج الأكوان

Rabb berada di atas ‘Arsy dan Kursi, namun tidak ada yang samar bagi-Nya termasuk apa yang ada di benak manusia.

Janganlah kalian batasi Allah dengan suatu tempat, dengan berkata “Allah ada di mana-mana.“

Kalian berusaha mengingkari Allah di atas Arsy dengan kejahilan kalian, justru kalian telah membatasi Allah pada tempat yang lainnya.

Dan janganlah kalian meniadakan-Nya dengan mengucapkan “Allah tidak berada di dalam (alam) bersama kita, dan Dia juga tidak berada di luar alam.” (Nuniyah Ibnul Qayyim, hal. 295)

Perhatikan, di sini beliau menetapkan Allah di atas Arsy namun menafikan pernyataan bahwa Allah dibatasi tempat, yaitu tempat dalam konsep makhluk.

Keempat, Allah ta’ala istiwa di atas Arsy tidak berarti Allah butuh kepada Arsy untuk menetap. Karena beberapa poin berikut: 

1. Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy bukanlah bermakna Allah diangkat dan dibawa oleh ‘Arsy. Allah berada di atas ‘Arsy namun tidak berarti Allah diangkat dan dibawa oleh ‘Arsy sehingga Allah butuh kepada ‘Arsy.

2. Allah itu al-Ghaniy, tidak butuh kepada makhluk-Nya termasuk ‘Arsy. Justru ‘Arsy yang butuh kepada Allah. Karena semua makhluk itu butuh kepada Allah agar ia tetap eksis, termasuk juga ‘Arsy. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 41)

3. Menetapnya A di atas B, tidak melazimkan bahwa A pasti butuh pada B. Buktinya langit ada di atas bumi, namun langit tidak butuh pada bumi. Padahal langit dan bumi adalah makhluk Allah. Maka bagaimana lagi perkaranya pada Allah ‘Azza Wa Jalla yang qaadirun ‘ala kulli syai’, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Allah yaf’alu maa yuriid, Maha Kuasa untuk melakukan apa yang Ia kehendaki? Maka lebih mungkin lagi bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy tanpa butuh kepada ‘Arsy.

4. Istiwa Allah tentu tidak serupa dengan istiwa makhluk. Jangan digambarkan bahwa Allah ta’ala menetap di atas ‘Arsy dalam keadaan duduk, atau berbaring, atau bersila, atau semacamnya sebagaimana jika makhluk ber-istiwa di atas sesuatu. Allah ta’ala berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11)

Walhasil, perkataan “Allah ta’ala bertempat di atas Arsy” tidak terdapat sama sekali dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Tidak pula dinukil dari para salafus shalih. Oleh karena itu hendaknya perkataan seperti ini dihindari. Sudah cukup bagi kita untuk mengatakan apa yang ditunjukkan oleh dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah bahwa Allah ta’ala istiwa di atas Arsy atau Allah ta’ala Maha Tinggi di langit atau Allah ta’ala Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. 

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/39911-apakah-boleh-mengatakan-allah-bertempat-di-arsy.html